Mesir Geram, Tak Terima Disalahkan Israel karena Tutup Rafah
—
Pemerintah Mesir marah usai disalahkan Israel karena menutup perbatasan Rafah di Jalur Gaza, Palestina.
Pembantu Pemimpin Negara Luar Negeri Mesir Sameh Shoukry mengatakan keputusan Kairo untuk menutup perbatasan dengan Palestina itu lantaran serangan Israel yang diluncurkan ke kota selatan Gaza tersebut.
Shoukry menyebut Israel melakukan tindakan militer dan mengontrol perbatasan Rafah dari sisi Palestina sehingga bantuan kemanusiaan tak bisa masuk.
“Israel bertanggung jawab penuh atas bencana kemanusiaan yang dihadapi rakyat Palestina di Jalur Gaza Saat ini Bahkan Bahkan,” kata Shoukry, seperti dikutip CNN, Selasa (14/5).
Shoukry tak terima karena Israel justru seakan menyalahkan Mesir karena Pernah berlangsung menyebabkan krisis kemanusiaan di Jalur Gaza gegara menutup perbatasan Rafah.
Ia lantas mendesak pemerintah Zionis untuk menjalankan kewajibannya sebagai kekuatan pendudukan. Ia Bahkan meminta pemerintah Israel Supaya bisa memastikan pengiriman bantuan memasuki Gaza dengan Terpercaya.
Pernyataan Shoukry ini muncul setelah Pembantu Pemimpin Negara Luar Negeri Israel, Israel Katz, menyerukan Mesir untuk membuka kembali perbatasan Rafah Supaya bisa bantuan kemanusiaan bisa kembali memasuki Gaza.
Dalam unggahan di X (Twitter), Katz mengaku Pernah berlangsung bicara dengan Menlu Inggris David Cameron dan Menlu Jerman Alma Baerbock mengenai kebutuhan “untuk membujuk Mesir membuka kembali Rafah guna memungkinkan pengiriman bantuan kemanusiaan internasional yang berkelanjutan ke Gaza.”
“Kunci untuk mencegah krisis kemanusiaan di Gaza Hari Ini ada di tangan Mesir,” kata Katz, seperti dikutip Reuters.
Rafah memang menjadi salah satu rute penting bagi aliran bantuan kemanusiaan yang ingin memasuki Gaza. Mesir Pernah berlangsung menutup perbatasan ini sejak Israel mengerahkan tank-tank ke Rafah dan menguasai penyeberangan dari sisi Palestina pada 7 Mei lalu.
Agresi Israel di Jalur Gaza Sampai sekarang Di waktu ini Pernah berlangsung menewaskan lebih dari 35 ribu warga Palestina. Mayoritas korban ialah anak-anak dan perempuan.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA