Elon Musk Ungkap Nasib Starlink saat Badai Matahari Dahsyat Serbu Bumi

Elon Musk Ungkap Nasib Starlink saat Badai Matahari Dahsyat Serbu Bumi


Badai Matahari (Photo voltaic Storm) paling ekstrem dalam 20 tahun terakhir diakui membuat jaringan satelit Starlink turut terdampak.

Development Populer antariksa ini terdeteksi melanda Bumi mulai Jumat (10/5) malam hingga memicu pertunjukan cahaya langit spektakuler berupa aurora di langit dari Tasmania hingga Inggris.

Di luar keindahannya, Badai Matahari ini memicu matinya listrik di sejumlah negara dan mengganggu operasi satelit, termasuk Starlink.


Badai matahari geomagnetik besar sedang terjadi saat ini. Terbesar dalam waktu yang lama,” ungkap Elon Musk, CEO SpaceX yang mengoperasikan Starlink, dalam kicauannya di X, Sabtu (11/5).

“Satelit-satelit Starlink berada di bawah banyak tekanan, tetapi sejauh ini masih bertahan,” aku dia.

Pusat Prediksi Cuaca Luar Angkasa di Lembaga Kelautan dan Atmosfer Nasional AS (NOAA) mengungkap  Badai Matahari imbas lontaran massa koronal (CME), yang merupakan pelepasan plasma dan medan magnet dari Matahari, itu mencapai Bumi pada Jumat pukul 18.54 EDT (Sabtu, 05.54 WIB).

“Peristiwa ekstrem (G5) terakhir terjadi saat Badai Halloween pada Oktober 2003,” kata keterangan itu.

NOAA mengungkap Development Populer ini membuat padamnya listrik di Swedia dan merusak infrastruktur listrik di Afrika Selatan.

Pihak berwenang pun memberi tahu operator satelit, maskapai penerbangan, dan jaringan listrik untuk mengambil langkah pencegahan terhadap potensi gangguan yang disebabkan oleh perubahan medan magnet bumi.

Satelit Starlink, yang berbentuk konstelasi atau rangkaian banyak satelit, berada di orbit rendah (Low Earth Orbit) yang membuatnya punya latensi rendah. Artinya, sinyal web dari Starlink delay-nya sedikit banget.

Layanan web satelitnya sudah mendapat izin Uji Laik Operasi (ULO) dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Satelit ini bakal mulai resmi beroperasi di Indonesia Mei dan diuji coba di Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara pada tengah bulan ini.

Efek buat astronaut

Tidak seperti jilatan api Matahari, yang bergerak dengan kecepatan cahaya dan mencapai Bumi dalam waktu sekitar delapan menit, CME bergerak dengan kecepatan yang lebih Tenteram.

Para pejabat memperkirakan kecepatan rata-rata saat ini adalah 800 kilometer (500 mil) per detik.

Mereka berasal dari gugusan bintik Matahari raksasa yang berukuran 17 kali lebih luas dari Bumi. Matahari mendekati puncak siklus 11 tahun yang membawa peningkatan aktivitas.

Selain satelit, pesawat luar angkasa juga disebut berisiko terkena radiasi Matahari stage tinggi. Radiasi itu sendiri terhalang masuk Bumi lantaran ada atmosfer.

NASA sendiri memiliki Regu khusus yang mengawasi keselamatan astronaut, termasuk imbas Badai Matahari, dan dapat meminta mereka di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) untuk pindah ke tempat-tempat yang memiliki perlindungan lebih baik.



Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *