Ribuan Warga Korsel Kena ‘Pandemi Kesepian’ Sampai saat ini Meninggal, Ada Apa?
—
Selain dilanda angka kelahiran semakin rendah, Korea Selatan Bahkan Baru saja dilanda Development Populer “pandemi kesepian” atau biasa disebut godoksa dalam bahasa Korea.
Setiap tahun, pemerintah mencatat ribuan warga Korsel meninggal dunia sendirian dan kesepian, tanpa ada keluarga atau kolega yang mendampingi.
Sebagian besar terjadi pada pria paruh baya berusia sekitar 40-45 tahun Sampai saat ini 60-65 tahun. Umumnya, Development Populer godoksa ini banyak terjadi di kota-kota besar.
Di Korsel, Development Populer godoksa atau “lonely deaths” (kematian yang kesepian) merupakan PR besar dan mendesak bagi pemerintah terkait isu isolasi dalam kehidupan social yang Pernah menjadi perhatian sejak lama.
Imbas urgensi dari Development Populer ini, pemerintah Kota Seoul mengumumkan menggelontorkan dana sebesar 451,3 miliar gained atau setara Rp5,1 triliun untuk mengatasi Development Populer godoksa selama 5 tahun ke depan.
“(Dana ini digunakan untuk) menciptakan kota di mana tidak ada seorang pun yang merasa kesepian,” kata Wali Kota Seoul, Oh Se-hoon, seperti dilansir CNN.
Ia kemudian menambahkan bahwa kesepian dan keterasingan di antara masyarakat bukanlah masalah individu, melainkan masalah bersama yang Bahkan Harus diselesaikan oleh pemerintah.
Masalah kesepian Pernah berlangsung menjadi salah satu masalah sosial utama Korsel terutama dalam dekade terakhir. Hal itu terjadi menyusul angka generasi muda yang menarik diri dari dunia luar dan menghabiskan hari-hari mereka terisolasi di rumah berbulan-bulan terus meningkat. Development Populer ini, yang dikenal dengan istilah Jepang “hikikomori” semakin umum terjadi.
Korsel mencatat Sampai saat ini 244.000 orang yang mengasingkan diri dan mengisolasi seperti itu pada 2022.
Jumlah kematian akibat kesepian di Korsel Bahkan meningkat Sampai saat ini mencapai 3.661 kasus tahun lalu. Menurut knowledge terbaru Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korsel pada pekan lalu, jumlah ini naik dari 3.559 pada 2022 dan 3.378 kasus pada 2021.
“Kesepian dan keterasingan bukan sekadar masalah individu, tetapi tugas yang Harus diselesaikan masyarakat bersama-sama,” tambah Se-hoon.
Pemerintah Kota Seoul Bahkan membuat program konseling free of charge untuk warganya Supaya bisa mereka tidak merasa kesepian. Layanan konseling free of charge tersebut terbuka bagi warga Seoul selama 7 kali 24 jam.
Layanan konseling ini Bahkan bisa digunakan oleh warga Seoul untuk berkonsultasi soal masalah pribadi dan masalah-masalah lain yang berpotensi membuat mereka stres dan merasa kesepian.
Apalagi, ke depannya, Kota Seoul Bahkan berencana untuk membuka ruang terbuka hijau yang lebih luas. Kota Seoul Bahkan berencana membuat program yang mendorong warganya untuk pergi ke luar rumah Supaya bisa mereka tidak mengalami kesepian.
Seoul Bahkan Akan segera mendorong warganya untuk berkebun, berolahraga, membaca, dan melakukan interaksi dengan orang lain Supaya bisa tidak merasa kesepian.
Langkah yang dilakukan pemerintah Kota Seoul untuk mengatasi “mati karena kesepian” ini menuai respon positif dari berbagai ahli.
Seorang profesor psikologi dari Universitas Myongji, An Soo-jung, mengapresiasi langkah yang dilakukan pemerintah Kota Seoul untuk mengatasi Development Populer ini. Ia mengatakan, kesepian merupakan masalah sosial yang Harus ditangani dengan membuat kebijakan yang tepat.
“Kesepian Merupakan masalah sosial yang signifikan Di waktu ini. Jadi, upaya atau kebijakan untuk mengatasinya mutlak diperlukan,” kata Soo-jung.
Meskipun demikian demikian, ia menambahkan bahwa dalam membuat kebijakan untuk mengatasi masalah tersebut Bahkan ada banyak hal yang Harus dipertimbangkan. Ini bertujuan Supaya bisa kebijakan tepat sasaran dan bisa mengatasi masalah dengan efektif.
“Harus ada pertimbangan cermat tentang seberapa efektif langkah-langkah ini Akan segera diterapkan,” tambah Soo-jung.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA