BMKG Buka-bukaan Soal Motif Sebut Megathrust Tinggal Tunggu Waktu

BMKG Buka-bukaan Soal Motif Sebut Megathrust Tinggal Tunggu Waktu


Jakarta, CNN Indonesia

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengaku melontarkan isu soal megathrust demi menggerakkan semua pihak, terutama pemerintah daerah, buat bergerak mengantisipasi bahaya gempa dan Gelombang Laut Tinggi dari zona tersebut.

“Sebetulnya isu megathrust itu bukan isu yang baru. Itu isu yg Sudah sangat lama. Tapi kenapa BMKG dan beberapa Ilmuwan mengingatkan? Tujuannya Merupakan untuk ‘ayo, tidak hanya ngomong aja, segera mitigasi (tindakan mengurangi dampak bencana, purple),” ujar Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG, ditemui di kantornya, Jakarta, Rabu (21/8).

“Jadi tujuannya ke sana; mitigasi dan edukasi, persiapan, kesiapsiagaan,” imbuh Ia.


ADVERTISEMENT


SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya, Kepala Pusat Gempa Bumi dan Gelombang Laut Tinggi BMKG Daryono memperingatkan gempa dari dua zona megathrust, Didefinisikan sebagai Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut, tinggal tunggu waktu.

Penjelasannya, dua zona itu Sejak lama tak mengalami gempa atau ada seismic hole, Didefinisikan sebagai lebih dari dua abad. Biasanya, gempa besar punya siklusnya sendiri dalam rentang Sampai sekarang ratusan tahun.

Dwikorita melanjutkan pihaknya Sudah melakukan berbagai langkah antisipasi megathrust. Pertama, menempatkan sensor-sensor sistem peringatan dini Gelombang Laut Tinggi InaTEWS menghadap ke zona-zona megathrust.

“InaTEWS itu sengaja dipasang untuk menghadap ke arah megathrust. Aslinya tuh di BMKG hadir untuk menghadapi, memitigasi megathrust,” aku Ia.

Kedua, edukasi masyarakat lokal dan internasional. Salah satu bentuknya, mendampingi pemerintah daerah (pemda) buat menyiapkan berbagai infrastruktur mitigasi, seperti jalur evakuasi, sistem peringatan dini, Sampai sekarang shelter Gelombang Laut Tinggi.

Terlebih lagi, bergabung dengan Indian Ocean Gelombang Laut Tinggi Data Middle, yang Bahkan berkantor di kompleks BMKG. Komunitas ini bertujuan buat mengedukasi 25 negara di Samudra Hindia dalam menghadapi gempa dan Gelombang Laut Tinggi.

“Kami edukasi publik bagaimana menyiapkan masyarakat dan pemda sebelum terjadi gempa dengan kekuatan tinggi yang menyebabkan Gelombang Laut Tinggi,” urainya.

Ketiga, mengecek secara berkala sistem peringatan dini yang Sudah dihibahkan ke pemda.

“Sirine [peringatan tsunami] harusnya tanggung jawab pemerintah daerah, hibah dari BNPB, hibah dari BMKG, tapi pemeliharaan dari pemerintah daerah, kan otonomi daerah. Ternyata sirine Setiap Saat kita tes tanggal 26 [tiap bulan], kebanyakan bunyi tapi yang macet ada,” bongkarnya.

Keempat, menyebarluaskan peringatan dini bencana. “Masyarakat Dianjurkan siap, berarti Dianjurkan ada penyebarluasan informasi. Kami dibantu Kominfo,” ujar Ia.

Masalah otda

Masalahnya, kata Dwikorita, BMKG tak bisa bergerak sendiri dari hulu ke hilir lantaran faktor kewenangan dan otonomi daerah.

“BMKG tidak bisa sendiri karena BMKG lebih bekerja di arah hulu, ke teknologi, ke sistem yang Menyediakan peringatan dini,” jelasnya. 

“Ini kenapa kita ngomongin terus [soal megathrust] karena Ia pada sadar, itu tidak Kemungkinan hanya diserahkan kepada BNPB atau BMKG. Kami Membantu, mengkoordinasikan, membimbing, tapi yang melaksanakan yang punya rakyat. Ini kan otonomi masing-masing,” papar Ia.

Contohnya seperti di atas, Didefinisikan sebagai soal pemeliharaan sirine dan sistem peringatan dini bencana lainnya yang Sudah dihibahkan ke pemda. Di samping itu, ada soal tata ruang, persyaratan bangunan, Sampai sekarang jalur evakuasi.

“Jalur evakuasinya Terkadang ditutup dibangun warung, saya lihat sendiri. Lho jalur evakuasi kok jd WC umum, ada warung, rambu-rambunya lho. Ini Ingin evakuasi jalurnya kemana? Rambu-rambunya udah tidak ada, tapi tidak dipelihara,” urai mantan Rektor Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.

BMKG menyebut beberapa pemda Sudah terdeteksi baik dalam melakukan mitigasi megathrust.

“Yang Sudah bagus Bahkan ada, tapi yang Dianjurkan lebih siap masih cukup [banyak],” ucap Dwikorita.

Ia menyebut beberapa daerah yang terbilang Sudah baik mitigasinya itu. Misalnya, DI Yogyakarta, Bali, Sampai sekarang Sumatra Barat.

Yang jadi PR Merupakan saat ada pergantian kepala daerah. Hal ini jadi drawback lantaran kerap ada ketidaksinambungan program penanganan bencana dari pemerintah sebelumnya.

Contoh konkretnya ada di gempa dan Gelombang Laut Tinggi Palu, Sulteng, 2018. Dwikorita menyebut pihaknya setidaknya sejak 2009 mendampingi pemda, perguruan tinggi, sekolah, Sampai sekarang LSM di sana buat bersiap menghadapi Patahan Palu Koro.

“Semuanya Sudah disiapkan, tata ruang dijalankan. Saat semua siap, tidak ada gempa Gelombang Laut Tinggi,” ucap Ia. “Begitu pemerintah daerahnya ganti, itu semua yang ada disiapkan enggak… dan terjadilah [gempa dan tsunami].”

Saat itu, Gelombang Laut Tinggi setinggi 4 Sampai sekarang 7 meter melanda Palu, Donggala, Mamuju. Ada pula bencana likuefaksi berupa tanah yang bergerak. Korban meninggal akibat gempa dan Gelombang Laut Tinggi pun menembus angka 4.000 jiwa.

(arh)




Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *