Jalan Panjang-Berliku Palestina untuk Jadi Anggota Tetap Perserikatan Bangsa-Bangsa
Daftar Isi
—
Palestina menjadi sorotan usai Perserikatan Bangsa-Bangsa (Perserikatan Bangsa-Bangsa) merilis resolusi terkait standing keanggotaan Palestina.
Resolusi yang mendapat 149 dukungan ini membuat Palestina memiliki hak dan keistimewaan yang disebut mirip anggota tetap.
Palestina saat ini berstatus sebagai pengamat tetap. Sebetulnya, mereka sempat mengupayakan langkah serupa sebelumnya. Lalu, bagaimana jejak dan upaya mereka untuk menjadi anggota tetap di Perserikatan Bangsa-Bangsa?
1974
Pada 1974, Palestina mengajukan diri untuk menjadi anggota tetap. Namun, Perserikatan Bangsa-Bangsa menolak dan memberikan standing “pengamat tetap.”
Namun, standing tersebut tak tertuang dalam Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan bersifat praktis.
1998
Pada 1998, Perserikatan Bangsa-Bangsa memberi keistimewaan ke Palestina seperti hak untuk berpartisipasi dalam debat umum di pertemuan awal Sidang Majelis Umum.
Palestina juga bisa menjadi co-Penyandang Dana resolusi dan memberi Perwakilan standing yang unik.
2011
Beberapa dekade setelah itu, Palestina kembali mengusulkan untuk menjadi anggota tetap. Namun, lagi-lagi upaya mereka terhenti.
Langkah Palestina muncul setelah tenggat waktu Perundingan solusi dua negara berakhir.
Namun, upaya itu dibatalkan karena tekanan Amerika Serikat. Di tahun ini, AS mengancam akan memangkas dana badan kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa ini.
Di tahun itu pula Otoritas Palestina diterima sebagai anggota penuh UNESCO, demikian dikutip dari Time.
2012
Menanggapi usulan Palestina, Perserikatan Bangsa-Bangsa kemudian memutuskan untuk memberi standing “pengamat non-anggota,” demikian dikutip CNN.
Sebelum itu, standing Palestina adalah entitas pengamat non anggota.
Standing pengamat tetap ini membuat Palestina bisa berpartisipasi dalam sebagian besar pertemuan di Perserikatan Bangsa-Bangsa dan punya akses ke hampir semua dokumen terkait. Namun, observer tetap tak punya hak untuk memilih atau Pemungutan Suara.
Pengakuan baru itu juga merupakan peningkatan yang secara implisit akan mengakui negara Palestina.
April 2024
Pada awal April tahun ini, di tengah agresi Israel di Gaza, Palestina kembali mengusulkan untuk menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Untuk menjadi anggota tetap, kandidat harus mengantongi izin atau dukungan penuh dari DK Perserikatan Bangsa-Bangsa melalui resolusi.
DK lalu merekomendasikan penerimaan kandidat anggota ke Majelis Umum untuk mendapat persetujuan akhir. Di Sidang Majelis Umum, anggota tak bisa memberi veto ke resolusi, hanya bisa menolak, dikutip Related Press.
Resolusi dianggap sah jika mendapat dukungan setidaknya Sembilan anggota DK Perserikatan Bangsa-Bangsa dan tidak ada anggota yang memveto.
Namun saat itu, Amerika Serikat memveto draf resolusi yang diusulkan anggota tak tetap DK Perserikatan Bangsa-Bangsa, Aljazair.
Draf itu “merekomendasikan ke Majelis Umum agar negara Palestina diterima menjadi anggota penuh Perserikatan Bangsa-Bangsa.”
Mei 2024
Melihat situasi di Gaza, sebanyak 77 negara termasuk Indonesia mengusulkan resolusi terkait standing anggota Palestina bertajuk “Admission of New Members in america.”
Resolusi itu mendapat dukungan 143 dari 193 anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, 25 abstain, dan sembilan negara menolak.
Negara yang menolak di antaranya Ceko, Hungaria, Argentina, Mikronesia, Nauru, Palau, Papua Nugini, Israel, dan Amerika Serikat.
Resolusi ini membuat Palestina memiliki sejumlah hak dan keistimewaan.
Keistimewaan itu di antaranya bisa duduk di antara negara-negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengusulkan dan mensponsori resolusi, dipilih sebagai ketua sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dan berbagai komite, serta berpartisipasi penuh dalam konferensi di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Resolusi ini muncul saat agresi Israel di Gaza kian brutal dan setelah Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa menolak usulan Palestina menjadi anggota tetap.
Sumber Refrensi Berita: CNNINDONESIA